NGOs-ngosan Hadapi Gempuran AI China, Nvidia Ngadu ke Donald Trump
Teknologi kecerdasan buatan (AI) semakin berkembang pesat di seluruh dunia, namun beberapa negara seperti China telah menjadi pemimpin dalam pengembangan teknologi ini. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi sejumlah NGO dan aktivis hak asasi manusia yang mengkhawatirkan potensi penyalahgunaan AI untuk tujuan yang tidak etis.
Salah satu perusahaan teknologi yang telah menjadi sorotan dalam isu ini adalah Nvidia, perusahaan teknologi asal Amerika Serikat yang menjadi salah satu pemimpin dalam industri chip AI. Nvidia telah dituduh menjual teknologinya kepada pemerintah China yang diketahui telah menggunakan AI untuk memantau dan mengendalikan penduduknya.
Karena tekanan dari berbagai pihak, Nvidia akhirnya memutuskan untuk melaporkan kegiatan bisnisnya di China kepada pemerintah Amerika Serikat. Langkah ini diharapkan dapat membantu mengawasi penggunaan teknologi AI di China dan mencegah penyalahgunaan yang mungkin terjadi.
Namun, upaya Nvidia ini tidak serta-merta mendapat dukungan penuh dari pemerintah Amerika Serikat. Presiden Donald Trump sendiri telah menyatakan dukungannya terhadap pengembangan teknologi AI di negaranya dan tidak ingin terlalu membatasi perdagangan teknologi dengan China.
Sementara itu, sejumlah NGOs dan aktivis hak asasi manusia terus memperjuangkan pengawasan yang lebih ketat terhadap penggunaan AI di berbagai negara, termasuk di China. Mereka mengingatkan bahwa AI memiliki potensi yang besar untuk digunakan dalam pelanggaran hak asasi manusia, seperti pengawasan massal dan pemantauan ketat terhadap warga negara.
Perdebatan mengenai penggunaan teknologi AI masih akan terus berlanjut di masa mendatang, namun sudah menjadi tanggung jawab bersama untuk memastikan bahwa teknologi ini digunakan dengan etika dan tidak merugikan masyarakat. Semua pihak, baik perusahaan teknologi, pemerintah, maupun NGOs, harus bekerja sama untuk menciptakan regulasi yang memadai dalam penggunaan teknologi AI demi kepentingan bersama.